Goyangnews -Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai banyak permasalahan dalam laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta Tahun 2013. Termasuk Kartu Jakarta Pintar, Biaya Operasional Pendidikan (BOP), dan sejumlah program lainnya.
Anggota V BPK, Agung Firman Sampurna, menyampaikan hal itu di depan Sidang Paripurna DPRD DKI Jakarta tentang sejumlah permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Pemprov DKI.
Pertama, kegiatan pembuatan Sistem Informasi e-Surat, e-Dokumen, e-Harga, e-Budgeting, sistem Belanja Hibah dan Bansos dan Bansos, e-Aset, e-Fasos-Fasum, dan e-Pegawai tidak sesuai Ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.
"Sebagian outputnya tidak sesuai kesepakatan sehingga belum dapat dimanfaatkan dan berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp1,42 miliar," katanya, Jumat (20/6/2014).
Permasalahan selanjutnya adalah Kartu Jakarta Pintar yang terindikasi salah dalam penyalurannya ke masyarakat. BPK menyebut ada 9.006 penerima ganda, yakni nama anak dan nama ibu kandung yang identik. "Kerugiannya senilai Rp13,34 miliar," tukasnya.
Ketiga, permasalahan laporan keuangan Jakarta menyangkut realisasi Biaya Operasional Pendidikan (BOP) untuk sekolah negeri senilai Rp1,57 triliun dicatat bukan berdasarkan bukti pertanggungjawaban dari sekolah melainkan sejumlah uang yang ditransfer ke sekolah dikurangi pengembalian dari sekolah.
"Hasil pengujian atas 11 sekolah menunjukkan terdapat pertanggungjawaban tidak senyatanya dengan indikasi kerugian senilai Rp8,29 miliar," ungkap Agung.
Keempat tentang penyaluran dana hibah BOP Swasta yang masih belum sesuai ketentuan dan tidak efektif senilai Rp6.05 miliar. "Di antaranya sekolah tidak mengajukan proposal tapi menerima dana BOP dan dana tersebut tidak dimanfaatkan oleh sekolah, terjadi manipulasi dokumen SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) sebagai syarat pengajuan BOP, indikasi kerugian daerah senilai Rp.2.19 miliar," bebernya.
Kelima, permasalahan yang ditemukan BPK adalah dalam pelaksanaan Program Penataan Kampung melalui Perbaikan Rumah Kumuh Tidak Optimal.
"Cacat" anggaran selanjutnya adalah tentang pengadaan Bus Busway dan Medium Bus tahun 2013 pada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang tidak bisa diyakini dan dinilai tidak wajar. Kerugian dalam sektor ini ditaksir senilai Rp118.40 miliar dan Rp43,87 miliar.
Terakhir, BPK menemukan permasalahan laporan keuangan dalam pencairan uang persediaan di Dinas Pekerjaan Umum senilai Rp110,04 miliar.
"Pengujian atas belanja tersebut ditemukan belanja tidak didukung bukti pertanggungjawaban senilai Rp2,24 miliar. Selain itu, hasil pengujian lapangan atas 57 pekerjaan pembangunan jalan kampung menunjukkan kekurangan volume dan tidak sesuai spesifikasi teknis, kerugian senilai Rp,4.49 miliar," pungkasnya.
Anggota V BPK, Agung Firman Sampurna, menyampaikan hal itu di depan Sidang Paripurna DPRD DKI Jakarta tentang sejumlah permasalahan signifikan yang harus menjadi perhatian Pemprov DKI.
Pertama, kegiatan pembuatan Sistem Informasi e-Surat, e-Dokumen, e-Harga, e-Budgeting, sistem Belanja Hibah dan Bansos dan Bansos, e-Aset, e-Fasos-Fasum, dan e-Pegawai tidak sesuai Ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.
"Sebagian outputnya tidak sesuai kesepakatan sehingga belum dapat dimanfaatkan dan berindikasi merugikan keuangan daerah senilai Rp1,42 miliar," katanya, Jumat (20/6/2014).
Permasalahan selanjutnya adalah Kartu Jakarta Pintar yang terindikasi salah dalam penyalurannya ke masyarakat. BPK menyebut ada 9.006 penerima ganda, yakni nama anak dan nama ibu kandung yang identik. "Kerugiannya senilai Rp13,34 miliar," tukasnya.
Ketiga, permasalahan laporan keuangan Jakarta menyangkut realisasi Biaya Operasional Pendidikan (BOP) untuk sekolah negeri senilai Rp1,57 triliun dicatat bukan berdasarkan bukti pertanggungjawaban dari sekolah melainkan sejumlah uang yang ditransfer ke sekolah dikurangi pengembalian dari sekolah.
"Hasil pengujian atas 11 sekolah menunjukkan terdapat pertanggungjawaban tidak senyatanya dengan indikasi kerugian senilai Rp8,29 miliar," ungkap Agung.
Keempat tentang penyaluran dana hibah BOP Swasta yang masih belum sesuai ketentuan dan tidak efektif senilai Rp6.05 miliar. "Di antaranya sekolah tidak mengajukan proposal tapi menerima dana BOP dan dana tersebut tidak dimanfaatkan oleh sekolah, terjadi manipulasi dokumen SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) sebagai syarat pengajuan BOP, indikasi kerugian daerah senilai Rp.2.19 miliar," bebernya.
Kelima, permasalahan yang ditemukan BPK adalah dalam pelaksanaan Program Penataan Kampung melalui Perbaikan Rumah Kumuh Tidak Optimal.
"Cacat" anggaran selanjutnya adalah tentang pengadaan Bus Busway dan Medium Bus tahun 2013 pada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang tidak bisa diyakini dan dinilai tidak wajar. Kerugian dalam sektor ini ditaksir senilai Rp118.40 miliar dan Rp43,87 miliar.
Terakhir, BPK menemukan permasalahan laporan keuangan dalam pencairan uang persediaan di Dinas Pekerjaan Umum senilai Rp110,04 miliar.
"Pengujian atas belanja tersebut ditemukan belanja tidak didukung bukti pertanggungjawaban senilai Rp2,24 miliar. Selain itu, hasil pengujian lapangan atas 57 pekerjaan pembangunan jalan kampung menunjukkan kekurangan volume dan tidak sesuai spesifikasi teknis, kerugian senilai Rp,4.49 miliar," pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar