Goyangnews : Kisah hidup dan perjalanan karir Basuki Tjahja Purnama alias Ahok selalu diwarnai aksi keluar masuk atau jadi kutu loncat. Mengkhianati partai yang tetah berjasa pada dirinya sudah merupakan hal biasa. Puncak pengkhianatan dan pembangkangan Basuki Tjahja Purnama alias Zhong Wan Xie alias Basuki Indra alias Ahok terhadap Partai Gerindra ditunjukan melalui pengunduran diri Ahok secara resmi dari Partai Gerindra. Partai pimpinan Prabowo Subianto itu merupakan partai pengusung Joko Widodo dan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI Jakarta 2012 lalu.
"Hari ini saya akan siapkan suratnya kirim ke DPP, untuk nyatakan keluar dari Partai Gerindra," tegas pria yang sebelumnya pernah bernama Basuki Indra itu di Balaikota Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Ahok yang mantan politisi Partai Indonesia Baru (PIB) dan pernah loncat menjadi kader Parta Golkar akan mengirimkan surat pengunduran diri kepada Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Gerindra, sebagai bukti keseriusannya keluar dari partai Garuda Merah itu.
Menurut Ahok, Partai Gerindra dan dirinya sudah tidak sejalan lagi. Sebab, partai berlambang kepala garuda itu mendukung kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sementara dirinya secara pribadi menolak perubahan mekanisme itu karena dinilainya akan merugikan rakyat.
Sebab, lanjut Ahok, menurut AD/ART partai politik, kader harus menaati seluruh keputusan partai. Jika kader tidak bisa menaati keputusan tersebut harus keluar. Maka, sebagai konsekuensi politik itulah dirinya memutuskan hengkang dari Gerindra.
"Makanya saya akan menyiapkan surat untuk mengajukan berhenti sebagai kader partai Gerindra. Saya lagi siapkan hari ini. Ya karena bagi saya Partai Gerindra sudah tidak sesuai dengan perjuangan saya, untuk memberikan rakyat sebuah pilihan terbaik," jelas dia.
Pengunduran diri Ahok ditanggapi positip oleh Raden Nuh, penggiat anti korupsi dan pencerahan bangsa. Praktisi hukum itu mengatakan, pengunduran diri Ahok menjadi solusi terbaik bagi kedua pihak : Partai Gerindra dan Ahok.
"Selama ini Gerindra terbebani oleh Ahok dan sebaliknya," ujar Raden di tengah-tengah acara diskusi Reboan, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta (10/9/2014).
Mantan aktifis mahasiswa masa Orde Baru itu mengatakan, perilaku dan sikap Ahok selama menjadi wakil gubernur DKI Jakarta sudah terlalu merugikan citra Partai Gerindra, terutama di kalangan umat Islam dan pribumi. Karakter Ahok lebih mirip preman, ucapan atau pernyataannya kerap menista, menghujat, mencaci maki, menghina kaum mayoritas Indonesia telah merusak citra dan reputasi Partai Gerindra, terutama citra Prabowo Subianto selaku pendiri dan Ketua Dewan Pembina.
"Kekalahan Prabowo pada pemilu presiden kemarin di DKI Jakarta, tidak terlepas dari peran Ahok sebagai wakil gubernur DKI Jakarta. Ahok lebih banyak merugikan Prabowo," jelas Raden.
Mantan Direktur Utama BUMN PT Berdikari itu mengungkapkan, terjadinya berbagai kecurangan pada pemilu presiden di TPS - TPS DKI Jakarta diantaranya, ditemukan hampir 300.000 pemilih yang menggunakan KTP palsu namun tanpa dilengkapi formulir A5, patut diduga terdapat peran besar Ahok.
"Semua pemilih palsu yang diduga bukan WNI tetapi ikut mencoblos di TPS - TPS tertentu, hanya dimungkinkan jika ada keterlibatan aparat birokrasi Pemda DKI Jakarta. Ratusan ribu pemilih palsu itu diarahkan mencoblos pasangan Jokowi-JK," tegas Raden Nuh.
Sementara itu Ahok mengatakan, dulu yang membuat dia tertarik pindah ke Gerindra karena konsep yang ditawarkan Gerindra. Yakni jika ia dengan rekam jejak bersih mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka kesempatan membuktikan pilihan rakyat dan DPRD itu berbeda. Orang jujur, lanjut Ahok, ada kesempatan terpilih memimpin daerah.
"Tapi bagi saya itu (RUU Pilkada) sudah beda jauh dengan konsep awal Gerindra. Dulu di Gerindra bangga, bisa kalahkan semua partai. Tidak perlu koalisi dengan partai, karena yakin rakyat cerdas lihat pemimpin berdasarkan rekam jejak," ucap Ahok.
Argumentasi Ahok itu dimentahkan Raden. Menurutnya Ahok jangan memperdaya dan membodoh-bodohi rakyat, karena semua tahu bahwa dulu Ahok yang mengemis - ngemis dan memaksakan diri dengan segala cara agar diterima sebagai kader Partai Gerindra.
"Beberapa bulan sebelum pendaftaran cagub-cawagub Pilkada DKI Jakarta, segala cara ditempuh Ahok agar diterima sebagai kader Gerindra. Saya tahu persis bagai mana Ahok memohon bantuan banyak pihak untuk mendapat akses ke Hashim Djojohadikusumo dan Prabowo. Jangan rakyat ditipu lagi. Ahok memutar balik fakta," kata Raden Nuh.
Ahok sebelum menjadi kader Partai Gerindra adalah kader Partai Indonesia Baru (PIB) yang dipimpin Sjahrir (almarhum). PIB mengusung Ahok sebagai calon Bupati Belitung Timur (Beltim) pada Pilkada 2004. Hanya 1,5 tahun menjabat Bupati Beltim, Ahok maju menjadi calon gubernur Bangka Belitung, namun kalah.
Setelah itu, Ahok mencoba menjadi calon gubernur Sumatera Utara, sayangnya tidak ada satu partai pun mau mengusungnya. Pada pemilu 2009, Ahok pindah menjadi kader Partai Golkar dan lolos ke senayan dari daerah pemilihan Bangka Belitung. Selanjutnya, Ahok pindah lagi menjadi kader Partai Gerindra pada tahun 2012 untuk mendapat tiket calon gubernur DKI Jakarta. Sekarang Ahok memutuskan mundur dari Partai Gerindra dan menyatakan minatnya untuk loncat jadi kader Partai PDIP. (Rts-15).
"Hari ini saya akan siapkan suratnya kirim ke DPP, untuk nyatakan keluar dari Partai Gerindra," tegas pria yang sebelumnya pernah bernama Basuki Indra itu di Balaikota Jakarta, Rabu (10/9/2014).
Ahok yang mantan politisi Partai Indonesia Baru (PIB) dan pernah loncat menjadi kader Parta Golkar akan mengirimkan surat pengunduran diri kepada Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Gerindra, sebagai bukti keseriusannya keluar dari partai Garuda Merah itu.
Menurut Ahok, Partai Gerindra dan dirinya sudah tidak sejalan lagi. Sebab, partai berlambang kepala garuda itu mendukung kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sementara dirinya secara pribadi menolak perubahan mekanisme itu karena dinilainya akan merugikan rakyat.
Sebab, lanjut Ahok, menurut AD/ART partai politik, kader harus menaati seluruh keputusan partai. Jika kader tidak bisa menaati keputusan tersebut harus keluar. Maka, sebagai konsekuensi politik itulah dirinya memutuskan hengkang dari Gerindra.
"Makanya saya akan menyiapkan surat untuk mengajukan berhenti sebagai kader partai Gerindra. Saya lagi siapkan hari ini. Ya karena bagi saya Partai Gerindra sudah tidak sesuai dengan perjuangan saya, untuk memberikan rakyat sebuah pilihan terbaik," jelas dia.
Pengunduran diri Ahok ditanggapi positip oleh Raden Nuh, penggiat anti korupsi dan pencerahan bangsa. Praktisi hukum itu mengatakan, pengunduran diri Ahok menjadi solusi terbaik bagi kedua pihak : Partai Gerindra dan Ahok.
"Selama ini Gerindra terbebani oleh Ahok dan sebaliknya," ujar Raden di tengah-tengah acara diskusi Reboan, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta (10/9/2014).
Mantan aktifis mahasiswa masa Orde Baru itu mengatakan, perilaku dan sikap Ahok selama menjadi wakil gubernur DKI Jakarta sudah terlalu merugikan citra Partai Gerindra, terutama di kalangan umat Islam dan pribumi. Karakter Ahok lebih mirip preman, ucapan atau pernyataannya kerap menista, menghujat, mencaci maki, menghina kaum mayoritas Indonesia telah merusak citra dan reputasi Partai Gerindra, terutama citra Prabowo Subianto selaku pendiri dan Ketua Dewan Pembina.
"Kekalahan Prabowo pada pemilu presiden kemarin di DKI Jakarta, tidak terlepas dari peran Ahok sebagai wakil gubernur DKI Jakarta. Ahok lebih banyak merugikan Prabowo," jelas Raden.
Mantan Direktur Utama BUMN PT Berdikari itu mengungkapkan, terjadinya berbagai kecurangan pada pemilu presiden di TPS - TPS DKI Jakarta diantaranya, ditemukan hampir 300.000 pemilih yang menggunakan KTP palsu namun tanpa dilengkapi formulir A5, patut diduga terdapat peran besar Ahok.
"Semua pemilih palsu yang diduga bukan WNI tetapi ikut mencoblos di TPS - TPS tertentu, hanya dimungkinkan jika ada keterlibatan aparat birokrasi Pemda DKI Jakarta. Ratusan ribu pemilih palsu itu diarahkan mencoblos pasangan Jokowi-JK," tegas Raden Nuh.
Sementara itu Ahok mengatakan, dulu yang membuat dia tertarik pindah ke Gerindra karena konsep yang ditawarkan Gerindra. Yakni jika ia dengan rekam jejak bersih mencalonkan diri sebagai kepala daerah, maka kesempatan membuktikan pilihan rakyat dan DPRD itu berbeda. Orang jujur, lanjut Ahok, ada kesempatan terpilih memimpin daerah.
"Tapi bagi saya itu (RUU Pilkada) sudah beda jauh dengan konsep awal Gerindra. Dulu di Gerindra bangga, bisa kalahkan semua partai. Tidak perlu koalisi dengan partai, karena yakin rakyat cerdas lihat pemimpin berdasarkan rekam jejak," ucap Ahok.
Argumentasi Ahok itu dimentahkan Raden. Menurutnya Ahok jangan memperdaya dan membodoh-bodohi rakyat, karena semua tahu bahwa dulu Ahok yang mengemis - ngemis dan memaksakan diri dengan segala cara agar diterima sebagai kader Partai Gerindra.
"Beberapa bulan sebelum pendaftaran cagub-cawagub Pilkada DKI Jakarta, segala cara ditempuh Ahok agar diterima sebagai kader Gerindra. Saya tahu persis bagai mana Ahok memohon bantuan banyak pihak untuk mendapat akses ke Hashim Djojohadikusumo dan Prabowo. Jangan rakyat ditipu lagi. Ahok memutar balik fakta," kata Raden Nuh.
Ahok sebelum menjadi kader Partai Gerindra adalah kader Partai Indonesia Baru (PIB) yang dipimpin Sjahrir (almarhum). PIB mengusung Ahok sebagai calon Bupati Belitung Timur (Beltim) pada Pilkada 2004. Hanya 1,5 tahun menjabat Bupati Beltim, Ahok maju menjadi calon gubernur Bangka Belitung, namun kalah.
Setelah itu, Ahok mencoba menjadi calon gubernur Sumatera Utara, sayangnya tidak ada satu partai pun mau mengusungnya. Pada pemilu 2009, Ahok pindah menjadi kader Partai Golkar dan lolos ke senayan dari daerah pemilihan Bangka Belitung. Selanjutnya, Ahok pindah lagi menjadi kader Partai Gerindra pada tahun 2012 untuk mendapat tiket calon gubernur DKI Jakarta. Sekarang Ahok memutuskan mundur dari Partai Gerindra dan menyatakan minatnya untuk loncat jadi kader Partai PDIP. (Rts-15).
Manusia ini Perlu Dibasmi.........AHOK Setan berwajah manusia....
BalasHapus